Minggu, 18 Desember 2016

biji karet sebagai bahan pangan






ABSTRAK

 Rivai RR, Damayanti F, Handayani M. 2015. Pengembangan potensi biji karet (Hevea brasiliensis) sebagai bahan pangan alternatif di Bengkulu Utara. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon 1 (2): 343-346. Sumatera merupakan salah satu wilayah sentra karet di Indonesia, termasuk Provinsi Bengkulu. Biji karet sebagai bahan pangan belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh masyarakat, padahal setiap tanaman karet mampu menghasilkan biji sekitar 0,8-1,2 ton/ ha/ tahun (untuk tanaman dengan usia lebih dari 4 tahun). Biji karet memiliki proporsi bagian yang dapat dikonsumsi sekitar 57%. Selain itu, biji karet memiliki kandungan gizi khususnya protein yang tinggi. Kandungan asam sianida (HCN) yang terdapat dalam biji karet menjadi salah satu kendala masyarakat untuk mengolah panganan yang berasal dari biji karet. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi terkait proses pengolahan biji karet yang aman untuk dikonsumsi. Kegiatan dilaksanakan di Kecamatan Giri Mulya, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Perendaman dan perebusan terbukti dapat mereduksi kandungan asam sianida yang terdapat dalam biji karet. Biji karet yang telah aman dikonsumsi dapat dijadikan berbagai panganan seperti keripik, tempeyek, dan isi dadar gulung.
































































































BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

          Perkebunan karet hampir menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Sumatera dan Kalimantan merupakan wilayah dengan luas lahan dan produksi karet tertinggi di Indonesia, termasuk Provinsi Bengkulu. Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM 2014), luas lahan perkebunan karet di Bengkulu pada tahun 2013 adalah 114.538 ha dengan potensi produksi 87.461 ton getah karet. Kabupaten Begkulu Utara merupakan tiga dari sepuluh kabupaten yang memiliki perkebunan karet terluas di Provinsi Bengkulu. Total luas lahan perkebunan karet di Kabupaten Bengkulu Utara adalah 10.349 ha yang terdiri atas 2.923 ha tanaman belum menghasilkan (TBM), 6.825 ha tanaman menghasilkan (TM) dan 601 ha tanaman tidak menghasilkan (TTM). Potensi produksi getah karet di Kabupaten Bengkulu Utara adalah 9.335 ton. Selain menghasilkan getah, tanaman karet menghasilkan biji. Hanya sekitar 20% biji karet yang digunakan sebagai benih. Biji karet memiliki kandungan gizi terutama protein yang berpotensi dimanfaatkan sebagai bahan baku pangan (Eka et al. 2010). Pemanfaatan biji karet sebagai bahan pangan belum optimal digunakan. Melimpahnya biji karet di Kabupaten Bengkulu Utara merupakan salah satu modal untuk meningkatkan industri pangan kreatif di kabupaten tersebut. Salah satu kendala kurang optimalnya pemanfaatan biji karet sebagai bahan pangan adalah adanya asam sianida (HCN) yang terkandung dalam biji karet. Penelitian terkait teknik reduksi HCN telah dilakukan sebelumnya (Ukpebor et al. 2007; Eka et al. 2010; Salimon et al. 2012; Rivai dan Herwitarahman 2014). Sehingga penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi terkait proses pengolahan biji karet yang aman dikonsumsi serta mendapatkan produk akhir panganan yang berbahan baku biji karet.




B.  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah
1.      Apa  pengertian dari biji karet ?
2.      Bagaimana teknik reduksi asam sianida HCN ?
3.      Apa saja produk produk pangan biji karet ?
4.      Apa saja zat yang terkandung dalam biji karet tsb?
5.      Bagai mana cara membuat biji karet sebagai bahan pangan alternatif?
C.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam karya tulis ini adalah :
1.      Mengetahui tentang biji karet
2.      Mengetahui teknik reduksinya
3.      Mengetahui produk produk pangan dari biji karet
4.      Mengetahui zat kimia dalam biji karet
5.      Mengetahui proses membuat kue dari biji karet
     D Manfaat Penulisan
1.      Memberikan informasi tentang biji karet sebagai sumber bahan makanan
2.      Memberikan informasi tentang zat zat yng terkandung dalam tumbuhan biji karet



                                 
                                                       


                                                 
                                                         BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet terbesar di dunia. Indonesia mempunyai total area perkebunan karet mencapai 3 juta ha, namun ekspor karet Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara - negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia (Siregar,2010)

Klasifikasi tumbuhan karet
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Family : Euphorbiaceae
Subfamily : Crotonoideae
Tribe :Micrandreae
Subtribe : Heveinae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis Mull.Arg

Selama ini biji karet hampir tidak mempunyai nilai ekonomis dan hanya dimanfaatkan sebagai benih generatif pohon karet. Selebihnya biji karet tersebut terbuang sia-sia, padahal biji karet memiliki kandungan karbohidrat 15,9%;  protein 27%; lemak 32,3% dan abu 3,96% (Ly J.et  al, 2001).  Kandungan gizi dalam biji karet cukup tinggi. Namun, ada kendala dalam  pemanfaatan biji karet tersebut sebagai bahan makanan, yaitu adanya linamarin yang terkandung dalam biji karet.
Linamarin merupakan racun, yang bila terhidrolisis akan menghasilkan asam sianida (HCN) yang membuat biji karet  berbahaya apabila dikonsumsi. Gejala keracunan sianida antara lain meliputi  penyempitan saluran nafas, mual, muntah, sakit kepala, bahkan pada kasus berat dapat menimbulkan kematian. Jumlah sianida yang masuk ke tubuh tidak boleh melebihi 1 mg per kilogram berat badan per hari (Sentra Informasi Keracunan  Nasional BPOM, 2010).
     Asam sianida terbentuk secara enzimatis dari dua senyawa prekursor (bakal racun), yaitu linamarin dan metil linamarin. Kedua senyawa ini kontak dengan enzim linamarase dan oksigen dari udara yang merombaknya menjadi glukosa, aseton dan asam sianida. Asam sianida mempunyai sifat mudah larut dan mudah menguap, oleh karena itu untuk menurunkan atau mengurangi kadar asam sianida dapat dilakukan dengan pencucian atau perendaman karena asam sianida akan larut dan ikut terbuang dengan air (Cereda and Mattos, 1996).
           Linamarin jika terhidrolisis akan membentuk asam sianida (HCN) yang mempunyai sifat mudah larut dan mudah menguap, sehingga kadar linamarin dapat diturunkan melalui proses perendaman dan perebusan. Dalam proses  perendaman, linamarin akan terhidrolisis (bereaksi dengan air) dan membentuk HCN yang larut dalam air. Hal ini menyebabkan semakin lama waktu  perendaman, akan semakin banyak HCN yang larut dalam air dan terbuang. Asam sianida memiliki titik didih 25,6  C pada tekanan udara lingkungan, sehingga pada suhu ruang pun asam sianida akan mudah menguap. Namun karena asam sianida hanya akan terbentuk jika linamarin bereaksi dengan air, maka diperlukan  perebusan agar HCN dapat segera menguap. Dengan demikian, semakin lama waktu perebusan, maka semakin banyak pula HCN yang menguap
           jumlah konsumsi biji karet yang diijinkan untuk tiap orang berbeda, tergantung dari berat badannya. Batas kadar linamarin yang aman dikonsumsi tidak boleh melebihi 1 mg per kilogram berat badan per hari. Misalnya, untuk seseorang yang mempunyai berat badan 60 kg, maka kadar linamarin yang aman dikonsumsi maksimum sebesar 60 mg per hari. Bila kadar linamarin dalam biji karet mentah sebesar 3,5549 mg/50 g biji karet, maka orang tersebut masih diijinkan mengonsumsi biji karet mentah sebanyak 8,5 ons per hari. Bila biji karet direndam selama 1 hari dan direbus 1,5 jam, maka biji karet dapat dikonsumsi hingga maksimal 2,1 kg per hari (Ardiana,2011)




Tabel 1. Analisis proksimat tepung biji karet dan beberapa kandungan kimia (100 g berat kering)
Kandungan Proksimat
Kandungan %
Air (%)                                                                3,6
       Abu (%)                                                               3,4
Protein (%)                                                           27,0
Lemak (%)                                                           32,3
BETN (%)                                                            33.7
 Tiamin (µg)                                                        450,0
Asam nikotinat (µg)                                                 2,5
Akroten dan Tokoferol (µg)                               250,0
 Sianida (mg)                                                      330,0

Sumber: Murni et al 
. (2008)










                                                                         BAB III
METODOLOGI
Tempat dan waktu
Penelitian dilakukan di Kecamatan Giri Mulya, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2012.
Bahan dan alat
Bahan utama yang digunakan adalah biji karet sapuan yang didapat dari perkebunan rakyat Desa Giri Mulya, Kecamatan Giri Mulya, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.

Cara kerja
   Studi Pustaka
Informasi mengenai teknik reduksi asam sianida (HCN) yang terkandung dalam biji karet beserta rincian kandungan nilai gizinya didapatkan dari studi pustaka. Informasi tersebut digunakan sebagai referensi dalam proses pengolahan biji karet agar aman untuk dikonsumsi.
Seleksi dan ekstraksi biji karet
Penyortiran dilakukan untuk mendapatkan biji karet yang layak untuk diolah lebih lanjut sebagai bahan dasar panganan. Biji karet yang berkualitas tinggi ditandai dengan memantulnya biji karet ketika dijatuhkan. Ekstraksi biji karet dilakukan dengan tujuan memisahkan kulit biji yang keras dengan daging bijinya. Proses ekstraksi menggunakan alat bantu palu atau batu.
            Proses reduksi HCN
Proses reduksi HCN dilakukan berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya serta informasi dari pustaka yang diperoleh. Perebusan biji karet selama 15 menit dilanjutkan dengan perendaman dalam air selama 24 jam dan penggantian air rendaman setiap 6 jam digunakan sebagai metode reduksi HCN pada penelitian ini.
             Pengolahan biji karet sebagai panganan alternatif
Biji karet yang telah melewati proses reduksi HCN, diolah lebih lanjut sebagai panganan alternatif seperti keripik biji karet, tempeyek biji karet dan dadar gulung isi biji karet Analisis data  Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode deskriptif.
                                                             
                                                                     
                                                                    BAB 1V
HASIL
Biji karet sebagai bahan pangan

Gambar 1. Proses reduksi asam sianida (HCN) pada biji karet. A. Biji karet utuh; B. Biji karet tanpa kulit keras; C. Biji karet dibagi dua secara vertikal; D. Perebusan selama 15 menit; E. Perendaman air selama 24 jam (air diganti setiap 6 jam).

Gambar 2. Panganan berbahan dasar biji karet. A. Proses pengeringan biji karet untuk keripik; B. Adonan tempeyek biji karet; C. Tempeyek biji karet; D. Isi dadar gulung; E. Kulit dadar gulung; F. Dadar gulung isi biji karet.











BAB V
PEMBAHASAN


1.      Pengertian biji karet berdasarkan nilai gizinya sebagai bahan pangan

Kabupaten Bengkulu Utara terletak di 2015-40 LS dan 1020 32-1020 8 BT. Luas perkebunan karet di Bengkulu Utara adalah 6.825 ha tanaman menghasilkan (TM). Menurut Eka et al. (2010) tanaman karet yang produktif dapat menghasilkan 0,8-1,2 ton/ha/tahun. Biji karet memiliki proporsi bagian yang dapat dikonsumsi sekitar 57%. Sehingga Kabupaten Bengkulu Utara memiliki potensi biji karet yang dapat dikonsumsi sekitar 3.112- 4.668 ton/ tahun. Kandungan gizi yang terdapat dalam biji karet telah diteliti oleh beberapa peneliti sebelumnya. Tabel 1. menunjukkan hasil uji proksimat biji karet yang telah dilakukan Eka et al. (2010). Selain itu, biji karet memiliki kandungan asam sianida (HCN) yang dalam kadar tinggi dapat membahayakan kesehatan manusia. Sehingga perlu dilakukan proses reduksi HCN pada biji karet sebelum diolah menjadi bahan baku pangan.

Tabel 1. Hasil uji proksimat biji karet (Sumber: Eka et al. 2010)
Kandungan gizi                               Kadar (g/100g)
Protein                                               17,41 ± 0,01
Karbohidrat                                       6,99 ± 0,01
Abu                                                    3,08 ± 0,01
Lemak                                               68,53 ± 0,04

2.      Teknik reduksi asam sianida (HCN)

Teknik reduksi asam sianida pada biji karet merujuk pada penelitian yang telah dilakukan oleh Rivai dan Herwitarahman (2014). Biji karet yang telah dikumpulkan dari perkebunan rakyat, diseleksi terlebih dahulu. Proses penyeleksian dengan cara menjatuhkan biji karet ke lantai, biji karet yang memantul dipilih untuk proses selanjutnya. Ektraksi biji karet menggunakan alat bantu berupa palu atau batu. Biji karet yang telah terpisah dengan kulitnya,
dibagi dua secara vertikal. Biji karet direbus dalam air mendidih (± 1000C) selama 15 menit dilanjutkan dengan perendaman dalam air selama 24 jam dan penggantian air rendaman setiap 6 jam (Gambar 1.). Teknik ini dapat mereduksi kadar HCN sehingga aman untuk dikonsumsi manusia (HCN < 3 mg/kg). Teknik reduksi HCN pada biji karet dapat juga melalui beberapa metode. Pemanasan merupakan salah satu cara untuk menurunkan kadar HCN pada biji karet (Salimon et al. 2012). Ukpebor et al. (2007) melaporkan bahwa dengan adanya tambahan miselium cendawan Pleurotus tubberagium pada bubur biji karet, terbukti dapat menurunkan kadar HCN pada makanan tersebut. Selain pada biji karet, Nebiyu dan Getachew (2011) melakukan penelitian terkait teknik reduksi HCN pada ketela pohon (Mannihot esculenta). Perendaman umbi ketela pohon selama 24 jam terbukti dapat menurunkan kadar HCN pada umbi tersebut. Berbeda halnya denga Ugwu dan Oranye (2006) yang membuktikan bahwa kadar HCN menurun pada Treculia Africana dengan perlakuan perendaman dalam air selama 2 jam. Biji karet yang telah direduksi kadar HCNnya dan aman dikonsumsi, selanjutnya dapat diolah menjadi beberapa panganan alternatif seperti keripik biji karet, tempeyek biji karet dan dadar gulung isi biji karet.
3, Produk-produk pangan dari biji karet
Kerpik
Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan keripik biji karet adalah 250 g biji karet yang telah direduksi kadar HCNnya, ½ l minyak goreng, garam sebanyak 1 sendok teh dan 1 bungkus (10 g) perisa makanan. Daging biji karet yang telah dibagi dua secara vertikal, ditata dan dijemur di bawah matahari langsung selama satu hari sampai kadar airnya berkurang (Gambar 2a). Biji karet tersebut digoreng dalam minyak panas. Setelah matang, biji karet ditiriskan dan ditaburi campuran garam dan perisa makanan. Keripik biji karet yang telah dingin, dibungkus dalam kemasan dan diberi label.
   Tempeyek
Tempeyek biji karet berbahan baku campuran antara biji karet dan tepung terigu. Bahan-bahan yang diperlukan antara lain 250 g biji karet yang telah direduksi HCNnya, 125 g tepung terigu, ½ l minyak goreng, 150 g cabai merah, 4 siung bawang merah, 2 siung bawang putih, 150 ml air, garam sebanyak ½ sendok teh dan 5 g perisa makanan. Daging biji karet ditumbuk menggunakan ulekan dan disimpan di atas piring. Sambal sebagai bumbu tempeyek yang terdiri atas bawang merah, bawang putih, cabai, garam dan perisa makanan ditumbuk halus menggunakan ulekan serta disimpan sepiring dengan biji karet (Gambar 2b). Sambal dan biji karet diaduk dan dicampur dengan tepung terigu serta air. Adonan digoreng setiap satu sendok sayur dalam minyak goreng yang telah
dipanaskan. Tempeyek biji karet yang telah matang ditiriskan. Setelah dingin, tempeyek biji karet dibungkus dalam kemasan dan diberi label (Gambar 2c).
     Dadar gulung
Pembuatan dadar gulung isi biji karet terbagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama yaitu pembuatan isi dadar gulung, bahan-bahannya terdiri atas 250 g biji karet yang telah ditumbuk halus, 50 g gula merah diiris halus, garam sebanyak ¼ sendok teh , 75 ml air dan 1 helai daun pandan. Air dididihkan, biji karet, gula merah, garam dan daun pandan dicampurkan dalam air yang sedang mendidih. Adonan isi dadar gulung diaduk selama 10 menit, setelah matang ditiriskan dan disimpan di atas piring (Gambar 2d). Tahap kedua yaitu pembuatan kulit dadar gulung, bahanbahannya terdiri atas 75 g tepung terigu, 1 butir telur ayam, 175 ml air santan dari ¼ buah kelapa, 25 ml air ekstrak daun suji dan garam sebanyak ¼ sendok teh. Semua bahan diaduk dan dikocok rata. Wajan dipanaskan adonan kulit dadar gulung dimasukkan setiap satu sendok sayur ke dalam wajan yang telah dipanaskan. Kulit dadar gulung ditiriskan dan disimpan di atas piring (Gambar 2e). Tahap ketiga yaitu penggabungan isi dan kulit dadar gulung. Isi dadar gulung sebanyak satu sendok makan dimasukkan dan dibungkus ke dalam setiap kulit dadar gulung. Setelah semua isi dan kulit dadar gulung digabungkan, dadar gulung isi biji karet dibungkus dalam kemasan dan diberi label (Gambar 2f).
Pemanfaatan biji karet sebagai bahan pangan telah diteliti oleh beberapa peneliti sebelumnya. Obewele et al. (2010) memanfaatkan biji karet sebagai minyak sayur. Setapar et al. (2013) menambahkan bahwa terdapat kandungan omega-3 pada minyak biji karet. Kusnanto et al. (2013) memanfaatkan biji karet sebagai bahan baku tempe. Muthusamy et al. (2014) selain memanfaatkan daging biji karet sebagai bahan pangan, kulit keras biji karet yang biasanya dibuang dapat dimanfaatkan sebagai tambahan bahan bangunan. Perebusan biji karet selama 15 menit dan merendamnya dalam air selama 24 jam (penggantian air rendaman setiap 6 jam) terbukti dapat menurunkan kadar asam sianida (HCN) pada biji karet. Biji karet yang telah aman dikonsumsi dapat dijadikan bahan baku pembuatan keripik biji karet, tempeyek biji karet dan dadar gulung isi biji karet.







BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dapat kita simpulkan tumbuhan karet  adalah tumbuhan yang menghasilkan getah dan selain itu tumbuhan tsb dapat menghasil kan biji yang melimpah yang dapat berpotensi tinggi dalam pembuatan atau pengolahan sebagai bahan pangan alternatif. Meskipun nilai ekonomis nya rendah sekarang tapi setidaknya kita dapat memanfaatkan biji karet sebagai sumber makanan sehari hari.
B.     Saran 
Sebaiknya jika ingin membuat kue dari biji karet diharus kan untuk merebus dan merendam terlebih dahulu , agar zat kimia yang beracun (HCN) Tidak masuk kedalam tubuh kita, sehingga aman untuk dikonsumsi bagi masyarakat semuanya.



























DAFTAR PUSTAKA

BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) Indonesia. 2014. Potensi
            karet di Provinsi Bengkulu dan Kabupaten Bengkulu Utara.
            =17&ic=4.
Ebewele RO, Iyayi AF, Hymore FK. 2010. Deacidification of high acidic
            rubber seed oil by reesterification with glycerol. Int J Physic Sci 5 (6):
            841-846.
Eka HD, Aris T, Nadiah WA. 2010. Potential use of Malaysian rubber
            (Hevea brasiliensis) seed as food, feed and biofuel. Int Food Res J 17
            (1): 527-534.
Kusnanto F, Sutanto A, Mulyani HRA. 2013. Pengaruh waktu fermentasi
            terhadap kadar protein dan daya terima tempe dari biji karet (Hevea
            brasiliensis) sebagai sumber belajar biologi sma pada materi
            bioteknologi pangan. Bioedukasi 4 (1): 21-27.
Muthusamy K, Nordin N, Vesupateran G, Ali M, Annual NAM, Harun H,
     Ulap H. 2014. Exploratory study of rubber seed shell as partial coarse
     aggregate replacement in concrete. Res J Appl Sci Eng Technol 7 (6):
ebiyu A, Getachew E. 2011. Soaking and drying of cassava roots
     reduced cyanogenic potential of three cassava varieties at jimma
     southwest Ethiopia. African J Biotechnol 6 (2): 13465-13469.
Rivai RR, Herwitarahman A. 2014. Reduction technique of hydrogen
     cyanide (HCN) within rubber (Hevea brasiliensis) seed to increase
     diversivication of plant-based protein sources. J Halal Sci.
Salimon J, Abdullah BM, Salih N. 2012. Rubber (Hevea brasiliensis) seed
     oil toxicity effect and linamarin compound analysis. Lipids Health
     Dis 11 (1): 74-82.
Setapar SHM, Yian LN, Kamarudin WNW, Idham Z, Norfahana AT.
     2013. Omega-3 emulsion of rubber (Hevea brasiliensis) seed oil. Agri
     Sci 4 (5B): 84-89.
Ugwu FM, Oranye NA. 2006. Effects of some processing methods on the
     toxic components of African breadfruit (Treculia africana). African J
     Biotechnol 5 (2): 2329-2333.
Ukpebor JE, Ekpaja EO, Ukpebor EE, Egharevba O, Evedue E. 2007.
     Effect of the edible mushroom, Pleurotus tubberegium on the cyanide
     level and nutritional contents of rubber seed cake. Pakistan J Nutri 6  (6): 534-537.